Halaman Depan

Bisnis outsourcing di Jatim cerah
Sumber :Bisnis Indonesia

Perusahaan pengerah tenaga outsourcing di Jawa Timur berpeluang meningkatkan volume penyediaan pekerja kontrak, menyusul kian tingginya penggunaan alih daya di kalangan perusahaan menengah besar yang kini sedikitnya 50%.

Namun, perusahaan pengguna di Jatim cukup selektif memilih pengerah outsourcing yakni yang harus mengikutsertakan pekerja kontrak itu dalam program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), karena tidak ingin mengalami masalah dengan pekerja.

 

Menakertrans: Gunakan Perusahaan Outsourcing yang Berbadan Hukum

 

Sumber : Kompas.com
SURABAYA, SELASA – Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno mengingatkan, agar perusahaan-perusahaan pengguna jasa outsourcing menunjuk perusahaan outsourcing yang sudah berbadan hukum.

“Hal itu diperlukan agar tindakan perusahaan menggunakan jasa outsourcing itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” sebut Erman di Surabaya, Selasa (23/9)

Namun Erman mengaku belum tahu secara persis berapa perusahaan outsourcing yang ada di Indonesia, baik yang sudah berbadan hukum maupun belum. Karena sekarang masih melakukan pendataan perusahaan outsourcing di seluruh Indonesia.

 

Untuk meningkatkan pengawasan, sebutnya, Departemen Tenaga Kerja mulai melakukan training SDM khusus untuk mengawasi perusahaan-perusahaan outsourcing. “Masa training berlangsung enam bulan, dan gelombang pertama training sudah dua bulan yang lalu,” ujar Erman.

 

Dikatakannya, sekitar 1.200 SDM yang menjalani training ini diharapkan terjun ke berbagai daerah di Indonesia semester I tahun 2009. Erman meminta agar SDM yang sudah menjalani training tersebut, tidak dipindah ke bagian lain. “Orang-orang yg sudah ditraining ini jangan dimutasi,” ujarnya.

Pada kesempatan itu Erman juga menyatakan, tidak bisa sepenuhnya melarang outsourcing, karena ada bidang-bidang pekerjaan tertentu yang memerlukan tenaga dari luar perusahaan. “Biasanya, bidang yang dimaksud bukan merukan perkejaan pokok di perusahaan itu,” tambah Menakertrans.

 

 

Penyedia “Outsourcing” Wajib Bayar THR

 

JAKARTA, JUMAT – Perusahaan penyedia jasa outsourcing juga tidak terlepas dari kewajiban membayar tunjangan hari raya atau THR bagi pekerja. Tanggung jawab itu tidak bisa dialihkan ke perusahaan lain yang memakai jasa mereka selama ini.
”Sebagai lembaga bisnis yang berbadan hukum, penyedia jasa outsourcing juga wajib membayar THR bagi karyawannya sesuai peraturan. Kalaupun tidak mampu membayar sesuai ketentuan, pengusahanya wajib melapor ke dinas tenaga kerja setempat,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Kamis (25/9) di Jakarta.

Menjelang Lebaran pada 1 Oktober 2008, setiap perusahaan wajib membayar THR pekerja. Mereka yang bekerja lebih dari setahun berhak mendapat sebulan gaji, sedangkan yang belum setahun bekerja tetapi sudah lebih dari tiga bulan menjadi pekerja berhak atas THR secara proporsional.

 

Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan, sampai saat ini ada 22.275 perusahaan dengan 2.114.774 tenaga kerja yang melimpahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

 

Pada sisi pemasok jasa, terdapat 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 tenaga kerja dan 1.082 perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh yang mempekerjakan 114.566 tenaga kerja.

Erman mengatakan, perusahaan penyedia jasa outsourcing sebagai penunjang kegiatan perusahaan lain muncul berlandaskan Pasal 50 sampai 66 soal sistem kerja kontrak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, perusahaan penyedia jasa outsourcing pun harus menjalankan berbagai kewajiban terhadap pekerja sesuai peraturan undang-undang. ”Jadi, tidak ada alasan bagi pengusaha jasa outsourcing untuk tidak membayar THR pekerjanya,” ujar Mennakertrans.

Secara terpisah, Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Yanuar Rizky mengatakan, pekerja kontrak memiliki hubungan kerja langsung dengan perusahaan jasa outsourcing. Adapun perusahaan pemberi pekerjaan atau pemakai jasa pekerja kontrak hanya berhubungan dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing.

Kondisi ini membuat pekerja kontrak tidak berhak menuntut apa pun dari perusahaan pemakai jasa. Pasalnya, perusahaan pemakai dan penyedia jasa menandatangani kontrak kerja berdasarkan kesepakatan bisnis.

Buruh pabrik

Pada pekerja kontrak, yang dipekerjakan di bank-bank asing sebagai teller, misalnya, hampir tidak terjadi masalah. Namun, persoalannya menjadi lebih rumit bagi buruh kontrak yang bekerja di pabrik.

Pemerintah harus lebih aktif menyosialisasikan hak normatif pekerja kontrak. Tujuannya, agar perusahaan penyedia jasa outsourcing tidak lagi mengabaikan kewajibannya terhadap pekerja. ”Idealnya setelah perusahaan pemakai dan penyedia jasa membuat kontrak, pekerja kontrak juga membaca kontrak itu agar perusahaan penyedia jasa outsourcing tidak mengambil komisi terlalu besar dari gaji pekerjanya,” kata Yanuar.

 

 

Komentar ditutup.